Senin, 25 Juni 2012

Bayi Lahir Dari Ibu Sakit


BAYI LAHIR DARI IBU DENGAN TUBERCULOSIS

TUBERKULOSIS  PADA KEHAMILAN
Di Indonesia, kasus baru tuberkulosis hampir separuhnya adalah wanita dan menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Kira-kira 1-3% dari semua wanita hamil menderita tuberkulosis. Pada kehamilan terdapat perubahan-perubahan pada sistem hormonal, imunologis, peredaran darah, sistem pernafasan, seperti terdesaknya diafragma ke atas sehingga paru-paru terdorong ke atas oleh uterus yang gravid menyebabkan volume residu pernafasan berkurang. Pemakaian oksigen dalam kehamilan akan bertambah kira-kira 25% dibandingkan diluar kehamilan, apabila penyakitnya berat atau prosesnya luas dapat menyebabkan hipoksia sehingga hasil konsepsi juga ikut menderita. Dapat terjadi partus prematur atau kematian janin.
Proses kehamilan, persalinan, masa nifas dan laktasi mempunyai pengaruh kurang menguntungkan terhadap jalannya penyakit. Hal ini disebabkan oleh karena perubahan-perubahan dalam kehamilan yang kurang menguntungkan bagi proses penyakit dan daya tahan tubuh yang turun akibat kehamilan.
IMUNOLOGI
Imunitas manusia menunjukkan imunitas alamiah terhadap tuberkulosis, dengan variasi individu yang besar. Usia merupakan faktor penentu penting bagi imunitas alamiah terhadap tuberkulosis. Imunitas spesifik antigen tergantung pada Limposit T.
BAKTERIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar kuman ini terdiri dari asam lemak(Lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman dapat tahan hidup padaa udara kering maupun dalam keadaan dingin(dapat bertahun-tahun dalam lemari es) Hal ini terjadi karena kuman yang ada pada sifat yang dormant, yang kemudian dapat bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang kandungan oksigennya tinggi. Cara penularan melalui udara pernafasan dengan menghirup partikel kecil yang mengandung bakteri tuberkulosis, minum susu sapi yang sakit tuberkulosis. Masa tunas berkisar antara 4-12 minggu. Masa penularan terus berlangsung selama sputum BTA penderita positif.
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Di Indonesia, Klasifikasi yang banyak dipakai adalah :
1.      Tuberkulosis paru
2.      Bekas tuberkulosis paru
3.      Tuberkulosis paru tersangka yang dibagi menjadi :
a.       Tuberkulosis paru tersangka yang diobati, sputum BTA negatif tapi tanda klinis positif.
b.      Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati, sputum BTA negatif dan tanda-tanda klinis juga meragukan.
PATOGENESIS :
Tuberkulosis Primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet dalam udara. Partikel ini dapat menetap di udara selama 1-2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, dan kelembaban. Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, maka ini akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati oleh makrofag yang keluar dari cabang trakeo-bronchial deserta gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap dalam jeringan paru, ia akan menetap dalam sitoplasma makrofag. Dari sini ia akan terbawa ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di paru akan membentuk sarang primer atau efek primer. Kemudian timbul peradangan saluran getah bening menjadi kompleks primer yang selanjutnya dapat menjadi : sembuh tanpa cacat, sembuh dengan sedikit cacat atau bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi hilus, berkompilasi dan menyebar secara perkontinuitatum, bronkogen, limfogen, hematogen.
Tuberulosis post primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul setelah beberapa tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa(postprimer). Tuberkulosis post primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru-paru. Invasnya adalah ke daerah parenkim paru.
BATASAN
TBC paru adalah penyakit pada parenkim paru yang disebabkan oleh micobakterium tuberkulosis.
PERJALANAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA KEHAMILAN
1.      Pengaruh kehamilan pada tuberculosis
2.      Pengaruh tuberkulosis pada kehamilan
3.      Pengaruh tuberkulosis pada persalinan.
4.      Pengaruh tuberkulosis pada bayi
Pengaruh kehamilan pada tuberkulosis paru
Tidak selalu mudah untuk mengenali ibu hamil dengan tuberkulosis paru, apalagi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas seperti badan kurus, batuk menahun atau hemaptoe. Tuberkulosis aktif tidak membaik atau memburuk dengan adanya kehamilan. Tetapi kehamilan bisa meningkatkan risiko tuberkulosis inaktif terutama pada post partum. Reaktifasi tuberkulosis paru yang inaktif juga tidak mengalami peningkatan selama kehamilan. Angka reaktifasi tuberkulosis paru-paru kira-kira 5-10% tidak ada perbedaan antara mereka yang hamil maupun tidak hamil.
Tuberkulosis pada kehamilan
Prognosis bagi wanita hamil dengan penyakit tuberculosis yang aktif telah mengalami perbaikan yang luar biasa selama waktu 30 tahun terakhir ini. Beberapa preparat tuberculosis urutan pertama tidak terlihat memberikan efek yang merugikan bagi janin. Penyakit tuberculosis yang aktif selalu dapat diobati paling tidak dengan dua .macam preparat tuberculosis. Dalam suatu tinjauan (Snider,dkk 1980) tidak menemukan frekuensi cacat lahir pada anak-anak yang ibunya mendapatkan pengobatan isoniazid, ethambutol maupun rifampisin selama kehamilannya. Kelainan auditorius dan vestibuler yang ringan pernah ditemukan pada terapi dengan streptomisin. Kalau isoniazid digunakan selama kehamilan, piridoksin harus pula diberikan sebagai suplemen untuk mengurangi kemungkinan neurotoksisitas yang potensial pada janin.
Bayi dari wanita yang menderita tuberculosis, mempunyai berat badan lahir rendah, 2 x lipat meningkatkan persalinan premature, kecil masa kehamilan, dan meningkatkan kematian perinatal 6 kali lipat. Pengaruh utama tuberculosis terhadap kehamilan adalah mencegah terjadinya konsepsi sehingga banyak penderita tuberculosis yang mengalami infertilitas.
Jika seorang wanita positif tuberculosis, riwayat penyakit harus dianamnesis dengan cermat dan pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan dengan melakukan foto thorks dan bagian abdomen dilindungi ketika pemeriksaan kardiologi itu dilakukan. Jika hasilnya negative, pengobatan tidak diberikan sampai sesudah persalinan bayi, yaitu dengan pemberian isoniazid selama satu tahun sebagai tindakan profilaksis. Bayi yang lahir dari ibu dengan tuberculosis cukup rentan terhadap penyakit tersebut. Karena itu bayi harus diisolasi segera dari ibunya yang dicurigai tuberculosis aktif. Karena adanya risiko untuk terjadinya penyakit tuberculosis yang aktif pada bayi, maka terapi profilaksis dengan isoniazid ataukah tindakan vaksinasi BCG, keduanya mempeunyai manfaat yang cukup besar.
Pengaruh tuberculosis dalam persalinan
Setengah dari jumlah kasus yang dilaporkan selama proses persalinan terjadi infeksi pada bayi yang disebabkan karena teraspirasi secret vagina yang terinfeksi kuman tuberculosis.
Pengaruh tuberculosis pada bayi
Bakteriemia selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi plasenta, sehingga janinpun dapat terinfeksi, kalaupun ada, kejadian ini jarang tetapi fatal. Pada setengah kasus infeksi didapatkan penyebaran hematogen pada hati atau paru melalui vena umbilikalis, setengah kasus lagi infeksi pada bayi disebabkan aspirasi secret vagina yang terinfeksi selama proses persalinan.
Infeksi neonatal tidak mungkin terjadi jika ibunya yang menderita tuberculosis aktif telah berobat minimal 2 minggu sebelum bersalin atau kultur BTA mereka negative.

PENGOBATAN
Pengobatan medis
Pengobatan tuberculosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan penderita yang tidak hamil. Ada 11 obat tuberkulosis yang terdapat di Amerika Serikat, 4 diantaranya dipertimbangkan sebagai obat primer karena kefektifannya dan toleransinya pada penderita, obat tersebut adalah isoniazid, rifampisin, ethambutol dan streptomycin. Obat sekunder adalah obat yang digunakan dalam kasus resisten obat atau intoleransi terhadap obat, yang termasuk adalah paminasalisilic acid, pyrazinamide, cycloserine, ethionamide, kanamycin, voimycin dan capreomycin.

Pengobatan selama setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes tuberkulin positif, gambaran radiologi atau gejala tidak menunjukkan gejala aktif. Pengobatan ini mungkin dapat ditunda dan diberikan pada postpartum. Walaupun beberapa penelitian tidak menunjukkan efek teratogenik dari isoniazid pada wanita postpartum. Beberapa rekomendasi menunda pengobatan ini sampai 3-6 bulan post partum. Sayangnya, penyembuhannya akan membawa waktu yang sangat lama.

Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu dipertimbangkan keamanannya selama kehamilan. Alternatif lain dengan menunda pengobatan sampai 12 minggu pada penderita asimtomatik. Karena banyak terjadi resistensi pada pemakaian obat tunggal, maka sekarang direkomendasikan cara pengobatan dengan menggunakan kombinasi 4 obat pada penderita yang tidak hamil dengan gejala tuberkulosis. Ini termasuk isoniazid, rifampisin, pirazinamide atau streptomycin diberikan sampai tes resistensi dilakukan. Beberapa obat tuberkulosis utama tidak tampak pengaruh buruknya terhadap beberapa janin. Kecuali streptomycin yang dapat menyebebkan ketulian kongenital, maka sama sekali tidak boleh dipakai selama kehamilan.

The center for disease control(1993) merekomendasikan resep pengobatan oral untuk wanita hamil sebagai berikut :
1.      Isoniazid 5 mg/kg, dan tidak boleh lebih 300 mg per hari bersama pyridoxine 50 mg per hari.
2.      Rifampisin 10 mg/kg/hr, tidak lebih 600 mg sehari.
3.      Ethambutol 5-25 mg/kg/hari, dan tidak lebih dari 2,5 gram sehari(biasanya 25 mg/kg/hari selama 6 minggu kemudian diturunkan 15 mg/kg/hr.
Pengobatan ini diberikan minimal 9 bulan, jika resisten terhadap obat ini dapat dipertimbangkan pengobatan dengan pyrazinamide. Selain itu pyrazinamide 50 mg/hari harus diberikan untuk mencegah neuritis perifer yang disebabkan oleh isoniazid. Pada tuberkulosis aktif dapat diberikan pengobatan dengan kombinasi 2 obat biasanya digunakan isoniazid 5 mg/kg/hari (tidak lebih 300 mg/hari) dan ethambutol 15 mg/kg/hari. Pengobatan dilanjutkan sekurang-kurangnya 17 bulan untuk mencegah relaps. Pengobatan ini tidak dianjurkan jika diketahui penderita telah resisten terhadap isoniazid. Jika dibutuhkan pengobatan dengan 3 obat atau lebih, dapat ditambah dengan rifampisin tetapi stretomycin sebaiknya tidak digunakan. Terapi dengan isoniazid mempunyai banyak keuntungan (manjur, murah, dapat diterima penderita) dan merupakan pengobatan yang aman selama kehamilan.
Evaluasi pengobatan :
1.      Klinis :
Biasanya penderita dikontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya setiap 2 minggu selama sebulan sampai akhir pnegobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita seperti : batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah.

2.       Bakteriologis :
Biasanya estela 2-3 minggu pengobatan, sputum BTA mulai jadi negatif. Pemeriksaan control sputum BTA dilakukan sekali sebulan. Bila sudah negatif, sputum BTA tetap diperiksa sedikitnya sampai 3x berturut-turut bebas kuman. Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial shedding, dimana sputum BTA positif dan tanpa keluhan yang relevan pada kasus-kasus yang memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi, yakni BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti penderita mulai kambuh lagi tuberkulosisnya. Bila bakteriologis ada perbaikan, tetapi klinis dan radiologis, harus dicurigai adanya penyakit lain disamping tuberkulosis paru. Bila klinis, bakteriologis dan radiologis tetap tidak ada perbaikan padahal penderita sudah diobati dengan dosis adekuat serta teratur, perlu dipikirkan adanya gangguan imunologis pada penderita tersebut.
Kegagalan pengobatan
Penyebab kegagalan pengobatan yang terbanyak pada kehamilan adalah karena kekurangan biaya pengobatan atau merasa sudah sembuh. Kegagalan pengobatan pada kehamilan ini dapat mencapai 50% pada pengobatan jangka panjang, karena sebagian besar penderita tuberkulosis adalah golongan yang tidak mampu sedangkan pengobatan tuberkulosis memerlukan waktu yang lama dan biaya yang banyak.Untuk mencegah kegagalan pengobatan pada kehamilan ini perlu adanya motivasi yang kuat dari penderita.
Penanggulangan terhadap kasus-kasus yang gagal pada kehamilan adalah :
a.       Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur :
1.      Menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara pemberiannya.
2.      Lakukan tes resistensi kuman terhadap obat
3.       Bila sudah dicoba dengan obat tetapi gagal, maka pertimbangkan akan pengobatan dengan pembedahan terutama pada penderita dengan kavitas.
b.      Terhadap penderita dengan riwayat pengobatan yang tidak teratur :
1.      Teruskan pengobatan selama lebih 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap bulan
2.      Nilai kembali tes resistensi kuman tterhadap obat
3.      Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih sensitive

Penanganan obstetric
1.      Pemeriksaan antenatal care yang teratur
2.      Istirahat yang cukup
3.      Makan makanan yang bergizi
4.      Pemeriksaan kehamilan yang baik
5.      Dukungan keluarga
6.      Berikan isolasi yang memadai selama persalinan,
7.      Kelahiran dan periode pasca persalinan.
8.      Plasenta harus diukur
9.      Bayi diperiksa untuk mengetahui adanya tuberculosis
10.  Untuk perlindungan terhadap bayi yang tidak menunjukkan gejala dan tanda penyakit aktif berikan baik isoniazid maupun vaksinasi BCG.
Diagnosis :
1.      Anamnesis : Pernah kontak dengan pasien TBC, batuk kronis, batuk darah, nyeri dada, keringat malam, berat badan menurun, demam.
2.      Laboratorium : Pemeriksaan BTA dan kultur, LED sangat tinggi
3.      PPD : (+) jika >10 mm
4.      Foto thorak tidak rutin dikerjakan pada kehamilan.
Pengelolaan :
1.       Rawat bersama dengan bagian penyakit dalam
2.      Medikamentosa :
a.        Bila PPD positif tanpa kelainan radiologis ataupun gejala klinik diberikan : INH 400 mg selama 1 tahun.
b.      Bila TBC paru (BTA +) : IR7H7E7 – 5-gr 8 R2H2.
*        Rifampisin 450-600 mg/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 600 mg 2x seminggu selama 5-8 bulan
*         INH 400 mg/hari selama 1 bulan, dillanjutkan 700 mg 2x seminggu selama 5-8 bulan.
*        Ethambutol 1000 mg/hari selama 1 bulan.
3.       Obstetri :
a.       Kehamilan : PNC teratur, kegiatan fisik dikurangi, istirahat cukup, Diit TKTP, koreksi anemia.
b.      Persalinan : Kala II diperpendek hanya atas indikasi obstetri.
Pasca salin :
·         Bila TBC aktif, bayi harus dipisahkan dari ibu, dan baru dapat menyusui paling cepat bila ibu telah mendapat therapi antituberkulosis selama 3 minggu.
·         Bayi : Terapi INH profilaksis dan vaksinasi BCG.
Penanganan Tuberkulosis dalam persalinan.
1.      Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa, dan tidak perlu tindakan apa-apa.
2.      Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan mungkin. Pada kala I, ibu hamil diberi obat-obat penenang dan analgetik dosis rendah. Kala II diperpendek dengan ekstraksi vakum/forceps.
3.      Bila ada indikasi obstetrik untuk sectio caesarea, hal ini dilakukan dengan bekerja sama dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.
Penanganan tuberkulosis dalam masa nifas
1.      Usahakan jangan terjadi perdarahan banyak : diberi uterotonika dan koagulasia.
2.      Usahakan mencegah adanya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup.
3.      Bila ada anemia sebaiknya diberikan tranfusi darah, agar daya tahan ibu kuat terhadap infeksi sekunder.
4.      Ibu dianjurkan segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah cukup, segera dilakukan tubektomi,
Penanganan Bayi Baru Lahir Yang Sehat dari Ibu yang menderita Tuberkulosis
Bayi baru lahir yang sehat dari ibu yang menderita tuberkulosis, harus dipisahkan dengan segera setelah lahir sampai pemeriksaan bakteriologi ibu negatif dan bayi sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup. 50% bayi baru lahir dari ibu yang menderita tuberkulosis aktif, menderita tuberkulosis pada tahun pertamanya, maka kemoprofilaksis dengan isonizid 1 tahun dan vaksinasi BCG harus segera dilakukan sebelum menyerahkan bayi pada ibunya. Pendapat ini masih diperdebatkan, tetapi keputusan akhir dilakukan dengan pertimbangan lingkungan sosial ibu, ibu dapat dipercaya dapat mengobati diri sendiri dan bayinya yang baru lahir.
Vaksin BCG termasuk golongan kuman hidup yang dilemahkan dari M.bovon yang telah dikembangkan 50 tahun yang lalu. Semua BBL dari ibu yang TBC aktif atau reaktif harus divaksinasi pada hari pertama kelahitan dengan dosis 0,1 ml intracutan pada regio deltoid jika divaksinasi. Efek sampingnya dapat membesar dan terjadi ulkus. Setelah 6 bulan papul merah tadi dapat mengecil, berlekuk dengan jaringan parut putih seumur hidup.
Untuk mengurangi waktu pemisahan ibu yang menderita tuberkulosis aktif dengan bayinya, dapat diberikan INH dan BCG segera setelah bayi lahir, bayi dipulangkan ke ibunya jika INH profilaksis telah diberikan sampai tes tuberkulin positif. Dua syarat menggunakan cara pengobatan ini adalah kuman tuberkulosis ibu sensitiv terhadap INH dan penderita dapat dipercaya bisa dan mampu memberikan obat tersebut pada ibunya.
Cara pemberian ASI pada wanita dengan tuberculosis
Pemberian ASI dari ibu yang meminum obat tuberculosis selama kehamilan dan tetap diteruskan estela persalinan tidak berbahay bagi bayi. Wanita yang tenderita tuberculosis dapat menyusui bayinya dengan menggunakan master sehingga dapat mencegah terjadinya penularan pada bayi.
Prognosis
Pada wanita hamil dengan tuberculosis aktif yang diobati secara adekuat, secara umum tuberculosis tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap kehamilan, masa nifas dan janin. Prognosis pada wanita hamil sama dengan prognosis wanita yang tidak hamil, abortus terapeutik Sekarang tidak dilakukan lagi.

BAYI LAHIR DARI IBU DENGAN DIABETES


DEFINISI

Definisi diabetes mellitus dalam kehamilan ialah gangguan toleransi glukosa berbagai tingkat yang terjadi (atau pertama kali dideteksi) pada kehamilan. Batas ini tanpa melihat dipakai/tidaknya insulinatau menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan toleransi glukosa yang mendahului kehamilanDiagnosis diabetes sering dibuat untuk pertama kali dalam kehamilan karena penderita untuk pertama kali datang kepada dokter atau diabetesnya menjadi lebih jelas oleh kehamilan. Diabetes menunjukkan kecendrungan menjadi lebih berat dalam kehamilan dan keperluan akan insulin meningkat

Klasifikasi

Untuk kepentingan diagnosis, terapi dan prognosis, baik bagi ibu maupun bagi anak, pelbagi klasifikasi diusulkan oleh beberapa penulis, diantaranya yang sering digunakan ialah klasifikasi menurut White yang berdasarkan umur waktu penyakitnya timbul, lamanya, beratnya dan komplikasinya
1.      kelas A diabetes gestasional ( tanpa vaskulopati)
·         A1. maintenance hanya diet saja
·         A2. yang tergantung insulin
2.      Kelas B. memerlukan insulin, onset usia 20 tahun durasi penyakit kurang dari 10 tahun dan tidak ada komplikasi vaskuler
3.      kelas C, memerlukan insulin, onset usia 10-19 tahun, durasi penyakit 10-19 tahun tidak ada komplikasi vaskuler
4.      Kelas D, memerlukan insulin, onset usia kurang dari 10 tahun, durasi penyakit 20 tahun, ada benigna diabetic retinopati
5.      kelas F, memerlukan insulin dengan nefropati
6.      kelas H, memerlukan insulin dengan penyakit jantung iskemik
7.      kelas R, memerlukan insulin dengan proliferasi nefropati
8.      kelas T, memerlukan insulin dengan tranplantasi ginjal.
                                     
Klasifikasi Pyke untuk DM gestasional.
1.      Diabetes gestasional, dimana DM terjadi hanya pada waktu hamil
2.      Diabetes pregestasional, dimana DM sudah ada sebelum hamil dan berlanjut sesudah kehamilan
3.      Diabetes pregestasional yang disertai dengan komplikasi angiopati.

Klasifikasi baru tang akhir-akhir ini banyak dipakai adalah Javanovic (1986)
1. Regulasi baik ( good diabetic Control)
Glukosa darah puasa 55-65 mg/dL, rata-rata 84 mg/dL, 1 jam sesudah makan < 140 mg/dL. Hb A 1c normal dalam 30 minggu untuk diabetes gestasional dan dalam 12 minggu untuk diabetes pregestasional
2.      Regulasi tak baik ( Less than optimal Diabetic Control)
Tidak kontrol selama hamil
Glukosa darah diatas normal
Tidak terkontrol baik selama 26 minggu untuk diabetes gestasional atau 12 minggu untuk diabetes pregestasional

 Pengaruh diabetes terhadap kehamilan dan fetus

Dari segi klinis , gambaran sentral dari metabolisme karbohidrat dapat disimpulkan dalam istilah sederhana. Jika seorang wanita menjadi hamil maka ia membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan metabolisme karbohidrat yang normal. Jika ia tidak mampu untuk menghasilkan lebih banyak insulin untuk memenuhi tuntutan itu, ia dapat mengalami diabetes yang mengakibatkan perubahan pada metabolisme karbohidrat. Kadar glukosa dalam darah wanita hamil merupakan ukuran kemampuanya untuk memberikan respon terhadap tantangan kehamilan itu. Kadar glukosa darah maternal dicerminkan dalam kadar glukosa janin, karena glukosa melintasi plasenta dengan mudah. Insulin tidak melintasi barier plaenta, sehingga kelebihan produksi insulin oleh ibu atau janin tetap tinggal bersama yang menghasilkan. Akhirnya, glukosuria lebih sering pada wanita wanita hamil dibandingkan wanita yang tidak hamil. 

Fetus normal mempunyai system yang belum matang dalam pengaturan kadar glukosa darah. Fetus normal adalah penerima pasif glukosa dari ibu. Glukosa melintasi barier plasenta melalui proses difusi dipermudah, dan kadar glukosa janin sangat mendekati kadar glukosa ibu. Mekanisme transport glukosa melindungi janin terhadap kadar maternal yang tinggi, mengalami kejenuhan oleh kadar glukosa maternal sebesar 10 mmol/l atau lebih sehingga kadar glukosa janin mencapai puncak pada 8-9 mmol/l. hal ini menjamin bahwa pada kehanmilan normal pancreas janin tidak dirangsang secara berlebihan oleh puncak posprandial kadar glukosa darah ibu. Bila kadar glukosa ibu tinggi melebihi batas normal/ tidak terkontrol akan menyebabkan dalam jumlah besar glukosa dari ibu menembus plasenta menuju fetus dan terjadi hiperglikemia pada fetus. Tetapi kadar insulin ibu tidak dapat mencapai fetus, sehingga kadar glikosa ibulah yang mempengaruhi kadar glukosa fetus. Sel beta pancreas fetus kemudian akan menyesuaikan diri terhadap tingginya kadar glukosa darah. Hal ini akan menimbulkan fetal hiperinsulinemia yang sebandinga dengan kadar glukosa darah ibu dan fetus. Hiperinsulinemia yang bertanggung jawab terhadap terjadinya makrosomia / LGA oleh karena meningkatnya lemak tubuh.

Pengaruh diabetes terhadap kehamilan       

Pengaruh meternal bisa dibagi lagi selama kehamilan, selama persalinan dan selama nifas.
·         Selama kehamilan :
*        Abortus. Resiko meningkat pada diabetes tak terkontrol.
*        Pre eklampsia, Kontrol pre-eklampsia berhubungan dengan rendahnya mortalitas perinatal
*        Hidramnion. Insidens meningkat pada diabetes tak terkontrol. Hal ini disebabkan plasenta yang besar , adanya malformasi kongenital dan poliuria janin akibat hiperglikemia.
*        Persalinan prematur. Insidens meningkat bersamaan dengan meningkat disproporsi kepala panggul, malpresentasi.
·         Selama persalinan :
*        Persalinan memanjang akibat bayi yang besar
*        Distosia bahu
*        Meningkatnya tindakan operatif
*        Reptura jalan lahir
*        Perdarahan postpartum
·         Selama nifas :
*        Sepsis puerperalis
*        Berkurang laktasi
*        Meningkatnya morbiditas meternal
·         Pengaruh terhadap janinnya :
*        Janin mati dalam rahim
*        Makrosomia
*        Maturasi paru terlambat
*        Trauma kelahiran
*        Retardasi pertumbuhan
*        Malfromasi congenital
*        Meningkatnya kematian neonatal


BAYI LAHIR DARI IBU DENGAN SIFILIS


DEFINISI
Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri Troponema Pallidum. Penularan melalui kontak seksual, melalui kontak langsung dan kongenital sifilis (melalui ibu ke anak dalam uterus).
Sifilis kongenital adalah penyakit sifilis yang diderita janin karena penularan melalui plasenta dari ibu yang menderita sifilis.
PENYEBAB
Sifilis merupakan infeksi kronik menular yang disebabkan oleh bakteri troponema pallidum, menginfeksi dan masuk ke tubuh penderita kemudian merusaknya. Sifilis hanya menular antar manusia melalui kontak seksual, atau Ibu kepada bayinya. Sifilis menular melalui Penis, vagina, anus, mulut, transfusi dan ibu hamil kepada bayinya.
PATOFISIOLOGI PADA BAYI
Treponema pallida yang berada di darah ibu dapat menembus plasenta masuk ke janin setelah kehamilan 16 – 18 minggu. Bila si ibu mendapat sifilis sewaktu ia hamil, manifestasi pada janinnya tergantung pada bilamana (pada usia kehamilan beberapa minggu) infeksi itu terjadi.
Bila infeksi pada kehamilan yang telah tua, akan terlihat ibu dan anak tidak menunjukkan gejala-gejala sifilis sewaktu kelahiran (baik klinis maupun serologi), sampai beberapa minggu kemudian.
Sebaliknya bila infeksi pada ibu, tentunya juga pada janin terjadi pada usia kehamilan muda akan mengakibatkan mati dalam kandungan, lahir prematur, immatur atau lahir dengan gejala sifilis dini. Karenanya infeksi sifilis selama kehamilan akan mengakibatkan bayi mati dalam kandungan, lahir immatur, prematur atau lahir dengan gejala sifilis.
Pada umumnya sifilis hanya infeksius pada masa 2 tahun pertama (sifilis dini), akan tetapi perkecualian pada ibu hamil masih dapat menularkan sifilis pada janinnya walaupun ia menderita sifilis kasip.
GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis sifilis kongenital ada 3 kemungkinan :
1.      Sifilis kongenital dini bila timbul gejala sejak lahir atau pada saat-saat sebelum usia bayi mencapai 2 bulan
2.      Sifilis kongenita lanjut (gejala timbul setelah 2 tahun
3.      Stigmata sifilis.

Sifilis Kongenital Dini
Gejala klinisnya sebagian besar seperti sifilis stadium II (sifilis sekunder) pada penderita dewasa ditambah dengan :
a.       Bula yang disebut impetigo sifilitika.
b.      Fisura pada sudut mulut, kalau sembuh meninggalkan bekas berupa jaringan parut yang khas.
c.       Pseudoparalysis dari parrot.
d.      Rhinitis.
e.       Hepato-spleno megali
Sifilis Kongenital Lanjuta
Gejala kliniknya seperti sifilis stadium III (sifilis tersier) pada penderita dewasa dengan gejala-gejala :
a.       perforasi palatum.
b.      destruksi septum nasi (saddle nose)
c.       sabre tibia.
d.      gejala-gejala “neurosyphilis”
e.       Trias Hutchinsin :
*        keratitis interstitialis.
*        gigi Hucthinson.
*        Ketulian (N. VIII).
f.       Clutton’s joint : hydrartrosis dari kedua lutut, tidak nyeri, tanpa kelainan X - ray.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
·         Sifilis Kongenital Dini :
1.      Gejala-gejala klinik sifilis kongenita dini.
2.      Didapatkan Spirochaeta
3.      Test serologi : lihat laboratorium.
4.      Foto sinar X tulang panjang : lihat laboratorium.
·         Sifilis Kongenital Lanjut
Didapat gejala-gejala klinik sifilis kongenita lanjut dan T.S.S – Test Serologi Sifilis yang positif.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan dengan Penisilin prokain injeksi i.m. dengan dosis 50.000 IU/kg BB/hari, selama 10 hari. Pengobatan di atas berlaku bagi yang dini maupun yang lanjut. Pengawasan teratur, atas gejala klinik dan STS dalam waktu 2 tahun dengan frekuensi setiap bulan, 3 bulan pertama, setiap 3 bulan sampai 9 bulan berikutnya, setiap 6 bulan sampai setahun berikut.


BAYI LAHIR DARI IBU DENGAN SITOMEGALOVIRUS

DEFINISI
Infeksi Sitomegalovirus adalah suatu penyakit virus yang bisa menyebabkan kerusakan otak dan kematian pada bayi baru lahir.
PENYEBAB
Sitomegalovirus kongenitalis terjadi jika virus dari ibu yang terinfeksi menular kepada janin yang dikandungnya melalui plasenta (ari-ari). Infeksi pada ibu mungkin tidak menimbulkan gejala sehingga ibu tidak menyadari bahwa dia sedang menderita infeksi sitomegalovirus.
Sesudah lahir, bayi bisa tertular oleh infeksi sitomegalovirus melalui ASI atau transfusi darah.  Bayi cukup umur yang ibunya terinfeksi sitomegalovirus, tidak menimbulkan gejala dan bayi yang diberi ASI terlindung oleh antibodi yang terkandung di dalam ASI.
Bayi prematur yang tidak mendapatkan ASI dan menjalani transfusi darah yang terkontaminasi, akan menderita infeksi yang berat karena mereka tidak memiliki antibodi.
GEJALA
Kebanyakan bayi yang menderita sitomegalovirus kongentitalis tidak menunjukkan gejala. Hanya 10% yang menunjukkan gejala-gejala berikut:
·         berat badan lahir rendah
·         mikrosefalus (kepala kecil)
·         kejang
·         ruam kulit (peteki/bintik-bintik kecil berwarna keunguan)
·          jaundice (sakit kuning)
·          ubun-ubun menonjol
·         pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali)
·         peradangan retina
·         kalsifikasi intrakranial (pengendapan mineral di dalam otak).
30% dari bayi tersebut meninggal.
Lebih dari 90% bayi yang selamat dan 10% dari bayi yang tidak menunjukkan gejala, di kemudian hari akan mengalami kelainan saraf dan otak (diantaranya tuli, keterbelakangan mental dan gangguan penglihatan). Bayi yang terinfeksi setelah lahir bisa menderita pneumonia, pembesaran dan peradangan hati serta pembesaran limpa.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik serta riwayat infeksi sitomegalovirus pada ibu ketika hamil. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pembiakan terhadap contoh air kemih atau darah.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
·         Analisa air kemih untuk mencari badan inklusi virus
·         Titer antibodi terhadap sitomegalovirus pada ibu dan bayi
·         Rontgen kepala (menunjukkan adanya kalsifikasi intrakranial)
·         Kadar bilirubin (untuk menilai beratnya jaundice dan kerusakan hati)
·         Funduskopi (bisa menunjukkan adanya korioretinitis)
·         Hitung darah lengkap (bisa menunjukkan adanya anemia)
·         Rontgen dada (untuk menunjukkan pneumonia).
PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan khusus untuk infeksi sitomegalovirus pada bayi.
Anti-virus gancyclovir tidak diberikan karena memiliki efek samping yang berbahaya bagi bayi. Pengobatan ditujukan kepada terapi fisik dan pemilihan sekolah khusus untuk anak-anak yang menderita keterbelakangan psikomotorik.

BAYI LAHIR DARI IBU DENGAN HEPATITIS B

DEFINISI
Hepatitis B  adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh “Virus Hepatitis B” (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Jika sudah berkembang menjadi kanker hati, pada seluruh bagian hati akan terbentuk jaringan-jaringan ikat serta tonjolan-tonjolan regenerasi, sehingga struktur jaringan hati menjadi kacau.
PENULARAN
Hepatitis B banyak ditularkan melalui jarum suntik atau dari seorang ibu kepada bayinya yang dilahirkannya. Virus hepatitis B dapat ditemukan pada hampir semua cairan tubuh seperti air ludah, air mata, cairan semen, cairan otak bahkan Air Susu Ibu.
BAYI YANG TERTULAR HEPATITIS
Ibu yang terinfeksi virus hepatitis B berisiko menularkan virus tersebut kepada bayinya melalui kontak langsung dengan cairan tubuh atau darahnya pada saat persalinan. Hepatitis B pada bayi yang baru lahir biasanya tidak menimbulkan gejala. Bila ada gejala, maka gejalanya adalah :
·         penyakit kuning,
·         lesu
·         pertumbuhan terhambat
·         distensi perut, dan
·         kotoran berwarna coklat.
Imunisasi dapat membantu mencegah penularan hepatitis B dari ibu ke bayi. Virus hepatitis C, meskipun sangat jarang terjadi, dapat ditularkan ibu ke bayinya pada saat persalinan melalui kontak langsung dengan darah ibu yang terinfeksi. Wanita dengan tingkat virus hepatitis C yang rendah dalam darah mereka kecil kemungkinannya menularkan virus itu ke bayi mereka. Wanita dengan tingkat virus yang tinggi, mereka yang mengalami kerusakan hati parah atau pada fase akut dari infeksi, berisiko lebih tinggi untuk menularkan hepatitis C ke bayi mereka. Infeksi hepatitis C biasanya tidak menimbulkan gejala.
Infeksi virus Hepatitis B dan Hepatitis C bisa menyerang dewasa, anak-anak dan bayi yang baru lahir. Hepatitis B dan juga Hepatitis C dapat menyebabkan infeksi kronik yang berakhir menjadi sirosis dan kanker hati.
Namun infeksi Hepatitis B pada bayi memberi resiko yang sangat besar. Pada bayi di kandungan maupun saat lahir yang tertular Hepatitis B mayoritas akan kronis. ''Bayi yang tertular Hepatitis B di atas 90 persen akan kronis dan seumur hidupnya akan menderita. Dan hanya 10 persennya yang bisa sembuh.
Hepatitis B lebih mudah ditularkan sebesar 50-100 kali dibanding penularan HIV. Penularan Hepatitis B bisa melalui darah dan cairan tubuh. Di antaranya penularan dengan transfusi darah, melalui jarum atau alat pribadi seperti pisau cukur orang yang mengidapnya. Semua penularan melalui kulit atau selaput lendir terluka, bukan melalui makanan.
Bayi umumnya menerima banyak imunisasi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya dari berbagai
penyakit. Tapi untuk vaksin hepatitis B sebaiknya diberikan sebelum bayi berusia 7 hari,lebih baik lagi jika bisa diberikan dalam waktu 1 hari atau 12 jam. Begitu bayi dilahirkan dan dibersihkan darahnya, tempel di dada ibunya untuk mendapatkan imunisasi menyusu dini (IMD) lalu berikan vitamin K dan 3 jam kemudian berikan vaksin hepatitis B setidaknya maksimal hingga 7 hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar